Senin, 20 September 2021

TRUE STORY (PART I)

            Malam itu aku terbangun, untuk pertama kalinya di keheningan tanpa orang tua, itu hari pertama ku di pondok, aku berfikir betapa buruk nya pondok saat itu untuk anak seusiaku, jujur saja malam itu aku menangis melihat kami tak saling kenal yang tidur beralas kan tikar tanpa orang tua, dan sampai sekarang jika mengingat hari itu aku juga hampir menangis, ternyata sudah cukup lama waktu berlalu, tapi memori masih selalu terbayang, ingin rasanya mengulang lagi tapi tak mampu, kuceritakan ini untuk melampiaskan kerinduan pada hari hari yang telah berlalu di pondok yang awal nya ku anggap hari buruk tapi justru menjadi hari yang sangat ku rindukan (2007).

Saat pembagian kelas, kudapati nama ku tercantum di kelas 1 F, wali kelas pertama saat di pondok Ustadz Irfan Syahputra dari swiss (sawit seberang) begitu tutur beliau kepada kami saat perkenalan di kelas, guru yang ramah dan cukup baik, begitu padatnya jadwal kegiatan di pondok sampai-sampai banyak dari teman-teman ku yang tak betah, aku pun demikian, tapi jika mengingat orang tua rasanya tak ingin mengecewakan mereka, aku sangat tak suka dengan hari kamis, pagi harus ke sekolah, sambung muhadhoroh sebelum zuhur, kemudian pramuka setelah dzuhur, hanya ada waktu sore untuk untuk bebas, bisa berolah raga dan menyuci atau istirahat, aku memilih berolah raga saat sore, tapi achhhhhh sial nama ku di masuk mahkamah bahasa karena ada yang mendengarku berbahasa Indonesia yang dasar karena masih kelas satu, gagal olah raga dan malamnya sambung lagi muhadhoroh.

Mata ku tertuju pada  papan pengumuman di samping asrama Indonesia 1, akan ada perlombaan Lomba Pidato 3 Bahasa (LP3B), setiap santri boleh ikut serta, ada tiga kriteria  perlombaan  bahasa dan kita hanya boleh memilih satu bahasa saja, ada bahasa Arab, Inggris dan Indonesia, aku tertarik untuk mengikuti perlombaan ini, malam itu langsung mendaftar di qismul lughah (bagian bahasa), sesuai arahan jumat depan seleksi pertama, dalam waktu seminggu harus mempersiapkan teks pidato untuk seleksi dan di periksa oleh qismul lughah, bukan hal yang sulit karena sebelum masuk pondok aku sudah terbiasa menjadi perwakilan sekolah untuk ikut serta  dalam perlombaan pidato bahasa Indonesia.

Jumat itu muhadhoroh diganti dengan seleksi lomba pidato, materiku sudah siap dan mental ku pun siap, di gedung Al azhar siang itu wajah ku seketika berubah melihat saingan saingan yang juga abang kelas ku membawa kan materinya yang begitu menarik dan juga cara pembawaannya yang enak, mati lah aku yang hanya anak baru harus bersaing dengam abang-abang kelas,  tapi aku merasa yang sudah punya pengalaman ketika di bangku SD terlalu optimis untuk hal ini, ternyata tak semudah yang kubayangkan, aku tidak lulus seleksi, pun tidak putus semangat, aku merasa wajar karena saingan ku sudah terlebih dahulu belajar muhadhoroh, mereka yang lulus hari itu ternyata harus ikut seleksi kedua untuk bisa tampil di panggung besar dan disaksikan seluruh santri dan santri wati, suatu kebanggaan untuk kaum adam di pondok.

Hari perlombaan tiba, malam jumat setelah sholat isha seluruh santri berbondong-bondong menuju Gedung Serba Guna, aku bersama Latif, Rijal dan Sabri pun masuk ke Gedung itu, sejak malam itu, melihat panggung yang begitu megah, aku merasa tahun depan aku akan ada di atasnya, Latif,Rijal dan Sabri akan menonton ku dari bawah, santri wati pun semua melirik ku dan kenal dengan ku dalam khayalku akan seperti itu tahun depan, terus kuperhatikan bagaimana cara mereka berpidato di atas pentas seperti sudah terlatih sekali mereka, terus ku perhatikan dan sedikit-sedikit mempelajarinya, benar akhi Ikhwan yang menjadi saingan ku di seleksi pertama menjadi juara satu di LP3B Bahasa Indonesia tahun itu, namanya cukup popular setelah itu, dan itu aku tahun depan.

Hari terus berlalu,teman pun bertambah semakin banyak dari daerah-daerah yang tak pernah ku dengar sebelumnya, entah dari mana mereka berasal, tapi aku yakin mereka punya niat yang baik, punya mimpi yang berbeda-beda, tahun itu aku terus belajar dan tak lupa Panggung LP3B akan menanti ku ada di atas nya, aku sudah mulai menyiapkan materi setahun sebelum perlombaan diadakan lagi, hari-hari rasanya semakin cepat berlalu, itu pula yang kuharapkan agar LP3B segera di adakan lagi, karena butuh waktu setahun untuk menanti hari itu.

Setahun setelahnya benar LP3B kembali di buka, seperti biasa aku daftar di qismul lughah, tapi kali ini aku sudah kelas 2 Tsanawiyah, begitu yakinnya aku sehingga ketika seleksi pertama pikiran ku buyar dan materi yang sudah ku persiapkan berantakan, dengan rasa kecewa aku pun tidak lulus seleksi untuk kedua kalinya,  tapi tak membuat ku putus asa, aku merasa ada yang kurang, mungkin materi yang kubawakan terlalu biasa, tapi setelah LP3B tahun itu, aku menyiapkan materi yang lebih menantang, dalam hati “mungkin belum tahun ini, tapi tahun depan”.

Ternyata hari-hari di pondok begitu menantang, bisa lolos dari kejaran qismul amni (bagian keamanan) karena telat ke mesjid atau berpura-pura sakit di kamar, dapur yang tertib yang bagian dapur nya tidak akan memulai makan sebelum semua nya diam dan tak ada suara satu pun, bagaimana bisa mendiamkan ribuan orang dengan pengurus yang hanya beberapa orang saja, ternyata ancamannya makan tidak akan di mulai sebelum semua diam, setelah semua diam mulailah “bismillahirrahmanirrahim” diikuti seluruh santri untuk membaca do’a sebelum makan dan semua makan, mudah kan untuk menenangkan ribuan orang.

Suatu hari dikelas aku bertemu dengan guru fisika yang begitu cantik, sekarang aku tidak ingat namanya, tapi hari itu dia guru baru yang mengajar fisika di kelas ku, sejak hari itu aku mulai suka dengan pelajaran fisika, aneh nya setelah bertahun-tahun entah kenapa hari ini aku mulai suka dengan fisika, guru itu yang ku panggi ustadzah selain paras yang cantik juga punya cara mengajar yang unik dan begitu ramah, hari-hari berikutnya ustadzah itu bercerita tentang rumus kecepatan, dan katanya menurut Albert Enstein kecepatan yang paling cepat adalah cahaya, kemudian di contohkan oleh ustadzah dengan mengetek –ngetek  tombol lampu, membuat ku penasaran jika kecepatan yang paling cepat adalah cahaya kemudian bagaimana nabi SAW isra’ dan mi’raj dalam waktu semalam, saat ini aku sudah kelas 3 Tsanawiyah, kata orang masa puber, mungkin iya makanya di otak ku penuh dengan pertanyaan, tak sempat bertanya bel berbunyi pertanda jam pelajaran selesai, jam istirahat ku beranikan diri menghampiri ustadzah itu sendiri di kantornya bertanya bagaimana Enstein mengklaim kecepatan cahaya adalah yang paling cepat sedang nabi SAW isra’ dan mi’raj dengan buraq, sambil senyum manis ustadzah itu merogoh tas nya dan meminjamkan sebuah buku fisika tentang Albert Enstein.

Aku mulai terfikir tentang sebuah judul untuk materi ku tahun ini, “ENSTEIN DALAM AL QURAN”, tapi aku harus butuh waktu panjang untuk mempelajari buku ini, ada rumus yang tak bisa ku jelaskan disini bahwa ada yang lebih cepat dari cahaya, yaitu apabila masa terabaikan, oleh karenanya Isra’ Mi’raj tak terbantahkan kebenarannya, tapi ada rumus juga yang tak ingat untuk kujelaskan, setelah berusaha untuk waktu yang lama, menemukan sebuah judul yang menarik dan akhirnya waktu itu tiba, penantian selama setahun, obsesi untuk naik ke panggung besar, gagal di tahun pertama dan kedua, tapi kali ini harus bisa, akhirnya aku lolos seleksi pertama, tak lama kemudian aku pun lolos di seleksi kedua, sialnya tahun ini karena terlalu banyak yang mendaftar akhirnya ada seleksi ketiga ,dan dengan penuh keyakinan aku siap dengan optimis karena judul yang ku persiapkan setahun sebelum perlombaan, ustadz yang menjadi juri semua terpukau dan memuji judul dan isi materiku, tapi semua orang juga tau kalau itu saja belum cukup, pembawaan yang masih kurang baik, tapi akhirnya kalian tahu? Di tahun ketiga pun panggung itu belum ku taklukan , poin sedikit kurang dari teman seangkatan ku, kata ustadz itu, pembawaan yang masih kurang.

Malam itu benar aku kecewa  dan hari LP3B pun di mulai, di kejauan kulihat panggung itu serasa megah, di tambah gedung ruqoyyah yang mnyelimutinya, tahun ini LP3B di adakan di luar gedung serba guna, aku hanya bisa melihat singa singa mimbar di kerumanan santri yang menonton .

Bersambung…..

 


Selasa, 14 September 2021

MAUT ITU HANYA DALAM TUJUH HARI INI

            Malam itu sekitar pukul 19:26 Wib berbunyi dering suara handphone  pertanda ada pesan masuk, ternyata ada pesan dari group IKRH memohon doa untuk kesembuhan ibunda Komandan Ginting, setelah beberapa saat sekitar pukul 01:09 Wib kabar duka kami terima melalui pesan whatssapp group, Innalillahi wa inna ilayhi roji’un, warga IKRH turut berduka atas berpulangnya ibunda dari TAMRIN HUSNI GINTING (Komandan Ginting), duka yang sangat mendalam  setelah belum lama ini kabar duka juga kami dengar dari ustadz kami  ustadz Joni.

Seperti biasa warga IKRH akan mengadakan kunjungan ke kediaman duka seperti sebelumnya di kediaman ustadz Joni,  kali ini kembali berkumpul di kediaman Komandan Ginting untuk mendoakan ibunda beliau, sepenggal kisah beliau pernah terselamatkan dari kecelakaan pesawat yang menewaskan semua penumpangnya, seharusnya Komandan kami itu ada di dalamnya untuk penerbangan menuju Jakarta bersama teman beliau yang sudah almarhum, almarhumah ibunda Komandan melalui mimpi dan naluri seorang ibu melarang Komandan Ginting untuk berangkat dan di patuhi oleh beliau, dan benar! Belum lama pesawat lepas landas kecelakaan pun terjadi, mungkin momen ini sangat menjadi sejarah bagi beliau, ceritanya panjang nanti kita sambung ya heheh….

Siang itu sambil menunggu yang lain tiba di tempat, kami asik bersenda gurau untuk menghibur sedih yang di rasakan ahlul bait, ya biasalah gurauan ala Raudhah, setelah semua hadir Akhi Hendrijal mulai membuka acara diawali dengan istighfar dan lain lain, do’a seperti biasa akhi Irhamuddin dan tausiah dari ustadz Joni Asman,  tapi setelah do’a belum sempat tausiah Azan Ashar berkumandang dan kami bersama bergegas ke mushola untuk berjam’ah.

Tapi sebenarnya saya tak ingin ceritakan tentang hari itu, tapi Akhi Irhamuddin meminta saya menulis seminggu sekali , siap perintah senior ! disambung oleh Akhi Hendrijal yang ingin namanya juga ikut serta dalam tulisan ini, walaupun sebenarnya itu hanya guyonan, tapi saya ingin cerita sedikit tentang sosok orang Aceh Tenggara satu ini, yang juga senior saya di IKRH, menurut saya humor nya kelas atas , yang paling saya ingat adalah, “beliau itu gak lama lagi (umurnya), pasti dalam tujuh hari ini” kata akhi Hendrijal,  langsung di patah kan oleh ustadz Joni, “eh jangan lah begitu ente jal” dengan raut wajah serius ala-ala Kepsek dengan santai menjawab “serius ana ustadz, bisa ana pastikan” semua terdiam sejenak kemudian disambung lagi oleh Akhi hendrijal “yak an betol ustadz dalam tujuh hari ini, dari senin sampai minggu memang ada hari selain tujuh hari ini” suasana pecah dan setiap dia hadir selalu memutar perut untuk ketawa, dan tadi itu humor kelas atas kita dipaksa berfikir lima menit lalu tertawa, selain humor saya yakini itu bagian dari dakwah untuk mengingatkan teman teman bahwa mati itu tinggal tujuh hari lagi, jadi pastikan kita semua untuk chat group minimal seminggu sekali setidaknya pertanda kita belum mati minggu ini hehehehe…..

Sambung lagi ke mushola saat sholat berjama’ah saya menjadi makmum di belakang, pemandangan luar biasa dan momen paling saya hargai, saya di imami oleh teman saya Dicky Zulkarnain, berdarah Indonesia dan china, parasnya percis china, kami berteman sejak TK, SD dan sambung di Pesantren, kata Akhi Irham memang betul dunia tak selebar daun kelor, saat itu benar saya terharu, saya kagum dengan sosok satu ini, seperti nya hidup nya penuh dengan pembelajaran, menimba ilmu kesana-kesini, dari Sumatra ke pulau Jawa menyelesaikan tahfizd Qur’an sambung ke Negri Jiran Malaysia tak henti lagi menyambung ke Madinah , bahkan kuliah di dua Universitas berbeda dan di dua Negara berbeda dalam waktu bersamaan, bagaimana bisa  seperti itu jika bukan dengan niat yang baik, dan bagaimana saya tidak terharu karena akan sesekali berjumpa beliau, dengan keilmuan dan pengalaman, bagaimana bisa saya tidak terharu saat menjadi makmumnya, rasanya ingin ulangi waktu Ashar kembali.

Banyak lagi yang hadir siang itu , setelah berjamaah kami kembali menikmati silaturahmi di kediaman Komandan Ginting sambil melihat Faal dan Widad bermain di halaman , Akhi Azwar dengan percaya dirinya, Akhi Irham dengan motivasinya, Akhi hendrijal dengan humornya, ada Akhi Nuansa dan adiknya Azmi dengan keilmuan kedokteran mereka, Dicky Zulkarnain sang pembelajar, kemudian Bana dengan sikap dinginnya, Awi pun hadir lalu Arif dengan buku-bukunya, dan para ukhti-ukhti yang saya juga kurang tau nama antunna hehe, kita bertemu dan di persatukan dalam IKRH, jikalah di akhirat nanti masuk surga dengan berkelompok-kelompok dan saya tak terlihat, tolong carikan saya dan igatkan kepada malaikat nya Allah bahwa saya bagian dari antum antum sekalian!




PASCA ISRA'MI'RAJ NABI MUHAMMAD SAW

  Assalamualaikum Wr.Wb Hai sobat literasi dimanapun berada, gimana ni uda baca apa aja akhir-akhir ini, jangan sampai hilangkan kebiasaan...